Hai kawan, Bukan mau PHP y , disini kan menu puisi tapi saya posting cerpen nih, gk papa y .:D
Cerpen ini saya buat dengan sepenuh hati, ada pelajaran yang dapat kita ambil loh, walaupun gak semahir penulis cerpen, tapi jadilah y bisa buat karya sendiri , happy reading guyss,
Teman yang Menginspirasi
Karya: Fitri Indahsari
Desir angin yang
tak terlalu kencang menghampiriku, saat mata ini tak henti-hentinya melihat
segerombolan anak bermain dengan riangnya. Entah apa yang ada dipikiranku,
ketika bayangan mereka menghampiri, diri ini tak mampu untuk menahan bendungan senyum
dan syukur. Itulah yang kurasakan sore itu tepat di sebuah taman kecil tempat
yang tak terlalu ramai dikunjungi orang, karena mungkin orang-orang mempunyai
beragam kesibukan . Menjadi tempat favoritku ketika sebuah beban perlahan
datang menghampiri. Sebuah taman dekat dengan rumah kedua ku inilah yang membuat
aku merasa nyaman dengan pikiran-pikiran yang terkadang membuat aku menangis
tak sadar. Pandanganku tak terlepas dari keriangan segrombolan anak kecil yang
tengah asik bermain laying-layang, Tak banyak hanya empat orang yang kulihat.
Aku pun teringat dimana masa-masa yang sangat kurindukan bersama teman-teman
semasa kecil di desa dulu. Ya, aku adalah anak perantauan yang ingin memperoleh
banyak ilmu. Aku berasal dari sebuah desa yang jauh disana, kurang lebih
menempuh waktu sehari perjalanan untuk sampai di desa tercinta itu. Masih
panjang perjalananku, karena aku masih duduk di semester pertama bangku
perkuliahan. Dengan sebuah niat ingin menjadi seorang sarjana, aku memutuskan
untuk sekolah di perguruan tinggi yang menjadi salah satu tempat yang aku impikan
dulu semasa masih SMA. Perguruan Tinggi Negeri yang ternama di kota Palembang
ini adalah tempat aku merinti kesuksesan yang sangat aku yakini akan datang
padaku suatu hari nanti. Ketika aku merasa nyaman dengan keadaan aku pun
berpikir, begitu cerianya anak-anak kecil itu yang terus saja memainkan
layang-layang kepunyaanya. Mereka saling cerita, tertawa dan bahkan
sampai-sampai ada yang saling ejek. Itulah anak-anak dengan sejuta kegembiraan
di hari-harinya , seolah tanpa beban terlihat satu pun di wajah mereka. Aku pun
terbangun dari lamunan yang membuat ku mengingat masa-masa dulu, masa-masa
dimana aku tak pernah memikirkan hal-hal besar tentang kehidupan seperti yang aku rasakan sekarang.
“ Begitulah aku dulu dengan sejuta kegembiraan, tanpa sedikit pun
beban yang menemani “ keluh ku sesaat dengan menghela nafas panjang.
Aku segera melihat
jam coklat yang melingkar di tangan sebelah kiriku dan tersadar waktu pun
berlalu begitu cepat. Aku bergegas bangkit dari tempat duduk favoritku dan
berjalan perlahan menuju pulang. Dibenak ku aku menyadari bahwa beban bukanlah
suatu alasan yang harus dipikirkan terus menerus pada waktu yang lama, karena
itu akan menimbulkan tindakan yang bisa merugikan diri sendiri. Tetapi,
realitasnya baban itu selalu datang dan
datang tanpa meminta izin terlebih dahulu, sehingga membuat aku mengeluh dan
selalu memikirkannya. Setiap orang yang hidup tidak mungkin tidak mempunyai
beban, dan aku merasakan itu. Ternyata memang Allah telah merancang sebaik
mungkin jalan hidup kita. Ada beban yang diberikan, ada pula solusi yang segera
diberikan untuk menyelesaikannya. Itu berlaku apabila kita sebagai hamba-Nya
yang selalu bangkit dan penuh semangat dalam menjalankan aktivitas harian di
kehidupan ini. Sebuah proses yang selalu aku pikirkan dan aku renungkan setiap
kali aku lelah untuk mejalani hari ini.
Tak sadar, aku
telah memasuki pintu gerbang rumah yang artinya kegiatan selanjutnya harus
segera dilakukan. Perasaan tenang setelah merenungi dan mengartikan sebuah
peristiwa membuat aku tersenyum kembali dan bangkit dari beban-beban yang ada.
Kulihat Riana sedang menyapu halaman rumah yang tidak terlalu luas. Riana
adalah teman seperjuangan yang sama-sama mempunyai satu tujuan denganku. Dia lebih
tepat ku sebut sahabat. Terlintas dipikiranku kembali, aku sangat bersyukur
bisa bertemu dan tinggal bersama dengannya untuk waktu yang sangat panjang ke
depan. Dia adalah sosok teman yang menginspirasi. Berbeda dengan teman-teman
yang aku temui di luar sana, Riana mempunyai kepribadian tersendiri yang
terkadang aku iri melihatnya. Seorang muslimah yang dapat ku katakan solehah.
“ Assalamualaikum wr.wb Rin, rajin sekali sore-sore begini kamu
menyapu halaman “ tegur ku dengan ramah.
“ Waalaikumsalam wr.wb, kamu selalu bisa membuat aku malu dengan
pujian-pujian itu “ sambut Riana dengan ramah sambil mengulurkan tangan
berjabat dengan ku.
“ Memang kamu rajin Rin, jadi pantas lah aku melontarkan pujian itu
“ tertawa puas
“ Aku masuk ke dalam dulu y, mau mandi dan shalat “ lanjutku dengan
santainya.
“ Jam berapa ini, kamu shalat apa ? “ Tanya Riana dengan wajahnya
kesal
“ Shalat asar lah Rin “ tertawa malu
“ Kamu nih selalu begitu, senang sekali mengerjakan shalat akhir
waktu “ gumam Riana dengan gayanya yang santai.
Aku segera masuk
dan melihat jam, ternyata memang waktu sudah sangat sore menunjukkan pukul 16.55 WIB . Inilah yang aku
kagumi dari seorang teman, aku selalu santai dalam menjalankan kewajibanku,
bagi Riana yang selalu mengerjakan kewajiban shalat tepat pada waktunya pantas
saja dia sedikit kesal melihat aku belum shalat pukul 16.55 WIB. Walaupun aku
berpikir waktu itu masih panjang untuk melaksanakan shalat asar, tetapi bagi
Riana sangatlah heran melakukan shalat hampir di pengujung waktu penghabisan
seperti yang aku lakukan. Aku pun duduk di kasur kesayangan ku dan berpikir
kembali tentang sahabat ku Riana. Aku membayangkan bagaimana aku bisa menjadi
seperti dia? Alangkah beruntungnya seseorang bisa seperti dia. Aku sebagai
teman nya saja merasa beruntung sekali dan bersyukur dapat akrab dan berjuang
bersama-sama. Aku mengakui Riana adalah seorang perempuan yang berbeda dengan
perempuan lain. Dia memiliki sifat dan kepribadian yang baik dan patut
dicontoh. Kurang lebih hampir 5 bulan aku satu atap dengan dia, banyak sekali
pelajaran yang ku peroleh dari dia. Dari caranya menjalankan aktivitas
hari-harinya dan caranya menyikapi sesuatu hal yang mungkin menyebalkan. Dia
sosok yang rajin, pintar, sabar, dan sholehah. Itulah yang aku kagumi.
“ Kring.. kring..kring..” bunyi handphone Riana membuat aku sedikit
terkejut.
“ Riana handphone kamu bunyi “ kataku dengan suara yang cukup besar
“ iya “ sahut Riana yang berjalan menuju ke kamar
“ Assalamualaikum …..” suara Riana lembut menerima telephone itu dan
berbincang-bincang sampai selesai “ Waalaikumsalam ..” Riana mengakhiri dengan
tersenyum senang.
“ Sepertinya senang sekali menerima telephone itu Rin, dari siapa? “
tanya ku penasaran
“ Dari Ibu “ jawabnya senang
Riana pun
menceritakan apa yang diperbincangkannya di telephone bersama ibunya. Riana adalah anak yang berbakti dengan orang tuanya. Apalagi dengan ibunya. Hampir setiap hari ada kabar dari ibunya, entah itu Riana yang pertama menghubungi atau sebaliknya. Riana sangat peduli dengan lingkungan disekitarnya dan dengan keluarga dia sangat -sangat peduli. Terlihat dari caranya yang selalu akrab di telephone, dan wajah yang bahagia apabila mendapat pesan dari ibunya di rumah. Pantas saja Riana sering kusebut dengan julukan anak ibu. Riana juga mempunyai banyak teman, karena keramahan dan kepeduliannya membuat dia banyak disenangi oleh semua orang. Entahlah mungkin begitu menjadi orang yang senantiasa bersyukur seperti dia. Jarang sekali aku melihat dirinya mengeluh dan bersedih yang berlebihan, semua dia jalani dengan penuh kewibawaan.
Aku sendiri yang
sangat-sangat kurang dari kata-kata sempurna sering sekali merenung dan melamun
tentang beban yang aku rasa. Walaupun aku tahu setiap orang itu pasti mempunyai
beban, tapi aku merasa terjatuh sekali ketika beban itu menghampiri
hari-hariku. Sehingga suatu hari di hari
Minggu bertepatan kuliah kami libur. Aku dan Riana menjalani liburan hari
minggu dengan berdiam diri di rumah kami tercinta. Tak sadar aku didapati Riana
sedang melamun panjang. Riana yang pada saat itu baru sudah menjalankan
rutinitas nya shalat duha menghampiri aku di ruang depan sekali tempat aku
duduk sendiri.
Lagi-lagi aku kagum dengan Riana, dia bisa dengan biasa secara
istiqamah mengerjakan kewajiban sunah. Dalam hati terbesit suatu saat aku ingin seperti Riana.
“ Darrrr,,,, “ Riana menghampiriku dengan tiba-tiba
Aku pun terkejut dan memandang betapa sejuknya wajah Riana dari
keadaannya yang sudah rapi dan bersih, karena sudah mandi. Sedangkan aku masih
duduk termenung belum mandi dan itu yang membuat aku malas.
“ Riana, aku ingin bercerita” tiba-tiba aku berbicara begitu tanpa
sengaja. Walaupun hampir setiap hari kami bercerita , tapi hari ini aku
benar-benar ingin lebih dalam belajar kepribadian dengan dia.
“ Tumben kamu seperti orang serius begitu, cerita dapat pacar baru
y?? “ ledek Riana seraya menyetujui ajakan bercerita dari ku.
“…” kami pun bercerita panjang lebar sampai waktu berlalu dan menunjukan
hari sudah siang. Sekitar pukul 11.45 WIB.
Air mata ku
terbendung dan aku tidak bisa menahannya lagi. Aku menangis dihadapan Riana.
Semua keluh kesah ku selama ini aku ungkapkan dan masalah-masalah yang
mengganggu pikiran ku semua kuceritakan. Aku terkesima dan merasa sangat-sangat
bersyukur, Allah telah memberi aku teman seperti dia, teman,sahabat,kakak,
sebutan itu pantas dia dapatkan. Sejak saat itu aku benar-benar termotivasi
oleh sosok teman satu atap ku. Sehingga aku bisa mengarah ke hal-hal lebih baik
yang disarankan oleh dia. Semua itupun melalui proses. Dari situlah aku lebih
merasa dekat sekali dengan Allah dan menyadari bahwa kehidupan di dunia ini
adalah sementara, yang tidak lain tugas kita sebagai manusia hanyalah beribadah
kepadaNya. Dengan semakin bertambahnya IPTEK, membuat aku sadar bahwa kekuasaan
Allah lah yang tiada tandingannya. MashaaAllah... ^-^buah karya : Fitri Indahsari
0 komentar:
Posting Komentar