Senin, 20 April 2015

Teman yang Menginspirasi

Hai kawan, Bukan mau PHP y , disini kan menu puisi tapi saya posting cerpen nih, gk papa y .:D 
Cerpen ini saya buat dengan sepenuh hati, ada pelajaran yang dapat kita ambil loh, walaupun gak semahir penulis cerpen, tapi jadilah y bisa buat karya sendiri , happy reading guyss, 

Teman yang Menginspirasi
Karya: Fitri Indahsari


            Desir angin yang tak terlalu kencang menghampiriku, saat mata ini tak henti-hentinya melihat segerombolan anak bermain dengan riangnya. Entah apa yang ada dipikiranku, ketika bayangan mereka menghampiri, diri ini tak mampu untuk menahan bendungan senyum dan syukur. Itulah yang kurasakan sore itu tepat di sebuah taman kecil tempat yang tak terlalu ramai dikunjungi orang, karena mungkin orang-orang mempunyai beragam kesibukan . Menjadi tempat favoritku ketika sebuah beban perlahan datang menghampiri. Sebuah taman dekat dengan rumah kedua ku inilah yang membuat aku merasa nyaman dengan pikiran-pikiran yang terkadang membuat aku menangis tak sadar. Pandanganku tak terlepas dari keriangan segrombolan anak kecil yang tengah asik bermain laying-layang, Tak banyak hanya empat orang yang kulihat. Aku pun teringat dimana masa-masa yang sangat kurindukan bersama teman-teman semasa kecil di desa dulu. Ya, aku adalah anak perantauan yang ingin memperoleh banyak ilmu. Aku berasal dari sebuah desa yang jauh disana, kurang lebih menempuh waktu sehari perjalanan untuk sampai di desa tercinta itu. Masih panjang perjalananku, karena aku masih duduk di semester pertama bangku perkuliahan. Dengan sebuah niat ingin menjadi seorang sarjana, aku memutuskan untuk sekolah di perguruan tinggi yang menjadi salah satu tempat yang aku impikan dulu semasa masih SMA. Perguruan Tinggi Negeri yang ternama di kota Palembang ini adalah tempat aku merinti kesuksesan yang sangat aku yakini akan datang padaku suatu hari nanti. Ketika aku merasa nyaman dengan keadaan aku pun berpikir, begitu cerianya anak-anak kecil itu yang terus saja memainkan layang-layang kepunyaanya. Mereka saling cerita, tertawa dan bahkan sampai-sampai ada yang saling ejek. Itulah anak-anak dengan sejuta kegembiraan di hari-harinya , seolah tanpa beban terlihat satu pun di wajah mereka. Aku pun terbangun dari lamunan yang membuat ku mengingat masa-masa dulu, masa-masa dimana aku tak pernah memikirkan hal-hal besar tentang kehidupan seperti yang  aku rasakan sekarang.

“ Begitulah aku dulu dengan sejuta kegembiraan, tanpa sedikit pun beban yang menemani “ keluh ku sesaat dengan menghela nafas panjang.
   Aku segera melihat jam coklat yang melingkar di tangan sebelah kiriku dan tersadar waktu pun berlalu begitu cepat. Aku bergegas bangkit dari tempat duduk favoritku dan berjalan perlahan menuju pulang. Dibenak ku aku menyadari bahwa beban bukanlah suatu alasan yang harus dipikirkan terus menerus pada waktu yang lama, karena itu akan menimbulkan tindakan yang bisa merugikan diri sendiri. Tetapi, realitasnya  baban itu selalu datang dan datang tanpa meminta izin terlebih dahulu, sehingga membuat aku mengeluh dan selalu memikirkannya. Setiap orang yang hidup tidak mungkin tidak mempunyai beban, dan aku merasakan itu. Ternyata memang Allah telah merancang sebaik mungkin jalan hidup kita. Ada beban yang diberikan, ada pula solusi yang segera diberikan untuk menyelesaikannya. Itu berlaku apabila kita sebagai hamba-Nya yang selalu bangkit dan penuh semangat dalam menjalankan aktivitas harian di kehidupan ini. Sebuah proses yang selalu aku pikirkan dan aku renungkan setiap kali aku lelah untuk mejalani hari ini.
   Tak sadar, aku telah memasuki pintu gerbang rumah yang artinya kegiatan selanjutnya harus segera dilakukan. Perasaan tenang setelah merenungi dan mengartikan sebuah peristiwa membuat aku tersenyum kembali dan bangkit dari beban-beban yang ada. Kulihat Riana sedang menyapu halaman rumah yang tidak terlalu luas. Riana adalah teman seperjuangan yang sama-sama mempunyai satu tujuan denganku. Dia lebih tepat ku sebut sahabat. Terlintas dipikiranku kembali, aku sangat bersyukur bisa bertemu dan tinggal bersama dengannya untuk waktu yang sangat panjang ke depan. Dia adalah sosok teman yang menginspirasi. Berbeda dengan teman-teman yang aku temui di luar sana, Riana mempunyai kepribadian tersendiri yang terkadang aku iri melihatnya. Seorang muslimah yang dapat ku katakan solehah.
“ Assalamualaikum wr.wb Rin, rajin sekali sore-sore begini kamu menyapu halaman “ tegur ku dengan ramah.
“ Waalaikumsalam wr.wb, kamu selalu bisa membuat aku malu dengan pujian-pujian itu “ sambut Riana dengan ramah sambil mengulurkan tangan berjabat dengan ku.
“ Memang kamu rajin Rin, jadi pantas lah aku melontarkan pujian itu “ tertawa puas
“ Aku masuk ke dalam dulu y, mau mandi dan shalat “ lanjutku dengan santainya.
“ Jam berapa ini, kamu shalat apa ? “ Tanya Riana dengan wajahnya kesal
“ Shalat asar lah Rin “ tertawa malu
“ Kamu nih selalu begitu, senang sekali mengerjakan shalat akhir waktu “ gumam Riana dengan gayanya yang santai.
    Aku segera masuk dan melihat jam, ternyata memang waktu sudah sangat sore  menunjukkan pukul 16.55 WIB . Inilah yang aku kagumi dari seorang teman, aku selalu santai dalam menjalankan kewajibanku, bagi Riana yang selalu mengerjakan kewajiban shalat tepat pada waktunya pantas saja dia sedikit kesal melihat aku belum shalat pukul 16.55 WIB. Walaupun aku berpikir waktu itu masih panjang untuk melaksanakan shalat asar, tetapi bagi Riana sangatlah heran melakukan shalat hampir di pengujung waktu penghabisan seperti yang aku lakukan. Aku pun duduk di kasur kesayangan ku dan berpikir kembali tentang sahabat ku Riana. Aku membayangkan bagaimana aku bisa menjadi seperti dia? Alangkah beruntungnya seseorang bisa seperti dia. Aku sebagai teman nya saja merasa beruntung sekali dan bersyukur dapat akrab dan berjuang bersama-sama. Aku mengakui Riana adalah seorang perempuan yang berbeda dengan perempuan lain. Dia memiliki sifat dan kepribadian yang baik dan patut dicontoh. Kurang lebih hampir 5 bulan aku satu atap dengan dia, banyak sekali pelajaran yang ku peroleh dari dia. Dari caranya menjalankan aktivitas hari-harinya dan caranya menyikapi sesuatu hal yang mungkin menyebalkan. Dia sosok yang rajin, pintar, sabar, dan sholehah. Itulah yang aku kagumi.
“ Kring.. kring..kring..” bunyi handphone Riana membuat aku sedikit terkejut.
“ Riana handphone kamu bunyi “ kataku dengan suara yang cukup besar
“ iya “ sahut Riana yang berjalan menuju ke kamar
“ Assalamualaikum …..” suara Riana lembut menerima telephone itu dan berbincang-bincang sampai selesai “ Waalaikumsalam ..” Riana mengakhiri dengan tersenyum senang.
“ Sepertinya senang sekali menerima telephone itu Rin, dari siapa? “ tanya ku penasaran
“ Dari Ibu  “ jawabnya senang
    Riana pun menceritakan apa yang diperbincangkannya di telephone bersama ibunya. Riana adalah anak yang berbakti dengan orang tuanya. Apalagi dengan ibunya. Hampir setiap hari ada kabar dari ibunya, entah itu Riana yang pertama menghubungi atau sebaliknya. Riana sangat peduli dengan lingkungan disekitarnya dan dengan keluarga dia sangat -sangat peduli. Terlihat dari caranya yang selalu akrab di telephone, dan wajah yang bahagia apabila mendapat pesan dari ibunya di rumah. Pantas saja Riana sering kusebut dengan julukan anak ibu. Riana juga mempunyai banyak teman, karena keramahan dan kepeduliannya membuat dia banyak disenangi oleh semua orang. Entahlah mungkin begitu menjadi orang yang senantiasa bersyukur seperti dia. Jarang sekali aku melihat dirinya mengeluh dan bersedih yang berlebihan, semua dia jalani dengan penuh kewibawaan.
 Aku sendiri yang sangat-sangat kurang dari kata-kata sempurna sering sekali merenung dan melamun tentang beban yang aku rasa. Walaupun aku tahu setiap orang itu pasti mempunyai beban, tapi aku merasa terjatuh sekali ketika beban itu menghampiri hari-hariku.  Sehingga suatu hari di hari Minggu bertepatan kuliah kami libur. Aku dan Riana menjalani liburan hari minggu dengan berdiam diri di rumah kami tercinta. Tak sadar aku didapati Riana sedang melamun panjang. Riana yang pada saat itu baru sudah menjalankan rutinitas nya shalat duha menghampiri aku di ruang depan sekali tempat aku duduk sendiri.
Lagi-lagi aku kagum dengan Riana, dia bisa dengan biasa secara istiqamah mengerjakan kewajiban sunah. Dalam hati terbesit  suatu saat aku ingin seperti Riana.
“ Darrrr,,,, “ Riana menghampiriku dengan tiba-tiba
Aku pun terkejut dan memandang betapa sejuknya wajah Riana dari keadaannya yang sudah rapi dan bersih, karena sudah mandi. Sedangkan aku masih duduk termenung belum mandi dan itu yang membuat aku malas.
“ Riana, aku ingin bercerita” tiba-tiba aku berbicara begitu tanpa sengaja. Walaupun hampir setiap hari kami bercerita , tapi hari ini aku benar-benar ingin lebih dalam belajar kepribadian dengan dia.
“ Tumben kamu seperti orang serius begitu, cerita dapat pacar baru y?? “ ledek Riana seraya menyetujui ajakan bercerita dari ku.
“…” kami pun bercerita panjang lebar sampai waktu berlalu dan menunjukan hari sudah siang. Sekitar pukul 11.45 WIB.
   Air mata ku terbendung dan aku tidak bisa menahannya lagi. Aku menangis dihadapan Riana. Semua keluh kesah ku selama ini aku ungkapkan dan masalah-masalah yang mengganggu pikiran ku semua kuceritakan. Aku terkesima dan merasa sangat-sangat bersyukur, Allah telah memberi aku teman seperti dia, teman,sahabat,kakak, sebutan itu pantas dia dapatkan. Sejak saat itu aku benar-benar termotivasi oleh sosok teman satu atap ku. Sehingga aku bisa mengarah ke hal-hal lebih baik yang disarankan oleh dia. Semua itupun melalui proses. Dari situlah aku lebih merasa dekat sekali dengan Allah dan menyadari bahwa kehidupan di dunia ini adalah sementara, yang tidak lain tugas kita sebagai manusia hanyalah beribadah kepadaNya. Dengan semakin bertambahnya IPTEK, membuat aku sadar bahwa kekuasaan Allah lah yang tiada tandingannya. MashaaAllah... ^-^

buah karya : Fitri Indahsari

0 komentar:

Posting Komentar