Minggu, 19 April 2015

Khazanah Sains dan Matematika dalam Islam

Islam merupakan ajaran agama yang beradab. Islam bukan sekedar agama, namun peradaban yang dapat dicerna secara empirik (ajaran) terhadap kemajuan peradaban manusia, sekaligus subjek dari berjalannya sebuah peradaban. Islam mempunyai khasanah sains dan matematika yang selama ini diklaim oleh Barat sebagai sumbangsih terbesar peradabannya dalam ilmu pengetahuan. Sumbangsih pemikiran Sarjana Muslim terhadap perkembangan Sains dan Matematika tidak bisa dianggap kecil dan dinafikan.Relasi positif dari esensi postulat dalam matematika tidaklepas dari fenomenologi Alquran yang memberikan pembuktian akan sebuah nilai ketauhidan. Peran ilmuwan Muslim memberikan kontribusi pemikiran dan temuan atas berbagai hal dalam sains dan matematika menambah pembuktian bahwa tidak adanya dikotomi antara agama danilmu pengetahuan. Fenomenologi ajaran tauhid juga memberikan relasipositif terhadap pembuktian bahwa antara wahyu dengan rasionalitas tidak saling bertentangan.



Integrasi Sains dan Agama

Sains juga produk manusia, seperti halnya musik lukisan, film dan lain-lain. Sains sebagai produk manusia tidak dapat dikecualikan ataupundiistimewakan. Sains akan membawa pandangan tertentu sesuai dengan siapapembuatnya. Sepertinya halnya kita mengenal lagu, ada lagu barat, ada lagumelayu atau lagu padang pasir. Begitu juga sains, paling tidak kita mengenalsains Barat (sains modern) sebagai sains yang dominan diantara sains yang ada.Sains Islam adalah sains yang didasarkan pada nilai-nilai Islam. SainsIslam punya pandangan berupa pandangan dunia dalam bentuk metafisika atauasumsi filosofis Islami. Sedangkan sains modern mengabaikan bahkanmenyangkal aspek metafisika, spiritual dan entitas jagat raya.

Fenomenologi Matematika

Matematika mempunyai posisi unik dalam kerangka berfikir sains.Menurut Seyyed Hossein Nasr (1976:75),setiap pengetahuan tangan pertamaperadaban Islam dan khususnya sains Islam mengungkapkan posisi istimewamatematika dalam tradisi Islam. Hal ini dibuktikan dari tipe arsitektur Islam.Cinta kepada matematika menurut Nasr, berhubungan langsung dengan esensiajaran Islam, yakni doktrin tauhid (keesaan Tuhan). Tuhan bersifat tunggal;karena itu bilangan satu merupakan seri bilangan yang paling masuk akal.Menurut Nasr yang mengutip karya Ikhwan al-Shafa’, Risalat al-Jami’ah, yang menulis:

Sesungguhnya bentuk bilangan (the form of numbers ) dalam jiwa manusia berkorespondensi dengan bentuk maujud (the forms of existents ) dalam materi (thehyle ). Bilangan adalah contoh dari dunia yang lebih tinggi. Melalui pengetahuantentangnya, murid kearifan secara bertahap mengenal sains matematika lainnya, sainsalam, dan metafisika. Ilmu bilangan adalah akar dari ilmu-ilmu, dasar kebijaksanaan,awal ilmu-ilmu ketuhanan, pilar dari makna, eliksir pertama dan kimia yang mujarab.

Uraian di atas memberikan gambaran pikiran kepada peminat matematika, yang secara sederhana pemaknaan atas matematika hanya sebagai ilmu alat dalam ilmu-ilmu alam seperti fisika, astronomi, kimia bahkan ekonomi. Hal ini disebabkan karena kurikulum yang memperkenalkan matematika modern tidak pernah memperkenalkan ilmu ini sebagai alat untuk memahami metafisika atau perantara ilmu duniawi yang fisik dengan alammeta fisik. Terlebih jika matematika dikatakan sebagai alat pemahaman ilmu ketuhanan.Konsekuensi dari pola berfikir epistimologi yang positivistik, yakni terlihat dari pandangan meremehkan ilmu metafisika dan teologi. Matematika memang sungguh mendapatkan perhatian serius dari para sarjana modern karena nilai fungsionalnya dalam pengembangan sains. Bahkan cabang ilmuyang terlahir dari matematika adalah statistik dan komputasi, namun peran matematika tidak sebatas pada penghubung dengan dunia fisik.Uraian di atas kemudian ditunjukan oleh pandangan dunia Muslimterhadap matematika. Sarjana Muslim mengenal sebuah term fenomenologisebagai sebuah pendekatan filosofis sebagai pisau analisis. Matematika diposisikan sebagai induk. 

Menurut Ricard, terdapat tiga karakter pernyataanfenomenologis tentang matematika; yakni non empiris, deskriptif danfenomenon (melukiskan isi kesadaran).Dalam pandangan fenomenologi, kesadaran atas subjek bersifat intensional artinya terbuka dan terarah kepada objek di luar subjek. Kesadaran subjek berkorelasi dengan realitas objek, karena kesadaran bersifat intensionaldan realitas bersifat menampakan diri. Kesadaran bersifat terbuka dan terarahkeadaan objek. Hal ini juga disampaikan descrates (cogito [I think] ) atau punKant. Tidak ada subjek tanpa objek, atau sebaliknya.Hubungan yang paling dilihat dari matematika dengan objek adalahkebenaran matematika yang bersifat tautologis, yaitu kebenaran yang tertutup  tanpa berkorelasi dengan kesadaran subjek ataupun fenomena-fenomena alamsemesta. Hubungan yang juga tidak kalah penting adalah hubungan ataskebenaran matematika yang bersifat rasional dan berkorelasi dengan kesadaran matematika yang bersifat relasional dan berkorelasi dengan kesadaran subjekatas fenomena-fenomena alam raya.



Makna Bilangan dalam Alquran

Tanpa disadari, bahasa dan aksara sebagai sarana komunikasi telah berkembang menjadi bermatra dua, matra alfabet dan matra numerik. Banyak kebudayaan yang hanya mengembangkan sarana alfabetis untuk mengkomunikasikan gagasan menembus dinding waktu dan ruang.Kebudayaan Arab adalah diantara simpul-simpul peradaban yang secara dinimengenal angka.Ketika melihat gejala transendental mengenai posisi wahyu yangmenjadi pilar pengembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islamdijelaskan dalam buku Menggali nalar Saintifik Peradaban Islam oleh HusainHariyanto (2011; 233). Ali bin Abi Thalib ra menjawab tentang pertanyaandua pendeta Yahudi mengenai makna bilangan-bilangan dalam kitab suci.Menurut Ibn Abbas, mereka bertanya kepada Ali bin Abi Thalib ra tentang satuyang tiada duanya, tentang dua yang tiada tiganya, sampai seratus yang mereka dapatkan di Taurat dan yang kaum Muslim baca di dalam Alquran. Ali bin AbiThalib ra segera menjawabnya;

Adapun yang satu adalah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-NYA. Adapun yang dua adalah Adam dan Hawwa. Adapun yang tiga adalah Jibril, Mikail dan Israfil; mereka adalah pemimpin para malaikat. Adapun yang empat adalah Taurat,Injil, Zabur, dan Alquran. Adapun yang lima adalah shalat yang Allah turunkan atasnabi kami dan umatnya dan yang tidak pernah diturunkan atas nabi sebelumnya atau umat sebelum kami.



Begitulah paparan Ali bin Abi Thalib ra dalam mengajari kita konteks bilangan dalam gejala perenialisme. Cara pandangnya tentang bilangan-bilangan merupakan esesnsi dari prinsip matematika masuk dalam doktrin bilangan. Ia mengkorelasikannya dengan gejala fenomena kehidupan sepertispiritual, sosial dan alamiah. Di sinilah akar dari cara pandang fenomenologis matematika dimulai untuk sarjana Muslim klasik yang menggeluti matematika.

Sains, Matematika dan Tauhid

Matematika merupakan hasil pemikiran dan penalaran manusia yangbertumpu pada logika dan daya cipta. Ada yang membedakan antara sains danmatematika, dimana matematika berkembang atas dasar anggapan awal yangdisusun oleh matematikawan loon ndan tidak dipersoalkan lagi kebenarannya.

Andalan utama matematika adalah pengenalan dan pemahaman pola-polaketeraturan dan hubungan-bungan antara berbagai sifat melaluipenyederhanaan permasalahan menjadi intinya yang paling dasar.Sains tidak lebih dari produk pikiran manusia, seperti halnya seniyakni seni lukis, film, bangunan dan banyak lagi. Sebagai karya manusia, sainsbisa dirasakan secara indrawi oleh manusia. Sains membawa tata nilai manusia,sehingga sains Islami secara keseluruhan punya gagasan harus berdasar danmerupakan pengejahwantahan prinsip tauhid yang bersumber dari wahyu.Sains merupakan produk manusia dalam menyibak realita. Terkaitdengan pengertian ini setiap bangunan sains berpijak pada jalan pilar utamanya,yakni pilar antologi, aksiologi dan epistimologi. Pilar antologis merupakansubjek ilmu. Sebagai makhluk yang dibekali oleh material dan indra dan jugaoleh immaterial, sains juga mendefinisikan tatanan ciptaan makhluk terdiri atastiga keadaan yang fundamental yakni, keadaan material, psikis dan spiritual.Pilar selanjutnya adalah aksiologi atau bangunan ilmu pengetahuan. Terkaitdengan tujuan ilmu pengetahuan, Islam mengenal sang khaliq (pencipta). Hal ini diterangkan pada Alquran surah Ali ‘Imran (3): 191Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaanberbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (serayaberkata); Ya Tuhan, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, MahasuciEngkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka  “.

Dilihat dari ayat di atas, bahwa sains Islam adalah mengetahui watak sejati segala sesuatu sebagaimana yang diberikan oleh Tuhan. Sains Islambertujuan untuk memberikan arah berfikir manusia tentang kesatuan hukumalam, saling hubungan seluruh bagian dan aspek sebagai kesatuan prinsip ilahi.Dengan demikian ilmuwan menjadi lebih dekat dan tunduk kepada Allah Swtsebagai penciptanya.Epistimologi dalam khazanah sains Islam, epistimologi sains Islammerupakan epistimologi yang mengalami perluasan, yakni penerimaan wahyusebagai sumber informasi ditambah dengan metodologi yang tidak tunggal ataukemajemukan metodologi. Epistimologi sebagai metode yang terkait denganupaya penyikapan realitas tak hanya mungkin jika pikiran pencerahan olehcahaya iman dan disentuh oleh keberkatan yang tumbuh dari wahyu karena ruhditiupkan kepada yang menginginkannya. Bagi ilmuwan Muslim, hal ininiscaya untuk senantiasa memanjatkan doa minta pertolongan Allah dalam memecahkan masalah-masalah ilmiah maupun filosofi. 

Aspek ontologis dan aksiologis telah telah tersimpan di jiwa manusiaMuslim yang menggeluti sains, maka jalan bagi seorang Muslim untukmenguasai dan membangun sains Muslim dibedakan pada pelibatan wahyusebagai sumber inspirasi dan doa bagi akselerasi perolehan wahyu. Walaupun Alquran disampaikan dalam bahasa Arab namun maknanya sangat universal.Prinsip-prinsip dasar matematika, termasuk doktrin tentang bilangan,membutuhkan basis ontology agar dapat memberikan nilai validasi padakorelasi matematika dengan hubungannya pada dimensi kehidupan manusia.Ditopang basis antologis, ulasan di atas tentang korelasi matematis merupakanikhtiar penyikapan realitas objektif. Artinya ide dan prinsip matematikasungguh terlepas dari benar atau salah bahkan bukan ide ilutif hampa yangsama sekali tidak berkorelasi dengan keyataan.Basis antologis prinsip matematika merupakan sebuah paradigma dasarbagi sarjana Muslim untuk memahami dunia intelligible (‘alam mitsal), alamspiritual, alam metafisis. Hal ini diyakini sebagai teologi pembebasan manusiadari keterbatasan pola pikir indrawi yang materialistic dan spacio temporal. Pada titik inilah matematika bisa menjawab mengapa sarjana sains baratmenganggap bahwa matematika hanya sekedar instrument sains empiris-mekanistik.

Mengapa harus Matematika?

Setiap Sains memcari kepastian dan persetujuan matematis, 
bahkan Alquran juga menjelaskannya, bagaimana Allah menciptakan segala sesuatu dengan ukuran dan kadarnya, ini membuktikan bahwa sesuatu ciptaan Allah di alam semesta ini diatur dengan matematika. Newton memperbaiki hasil yangdicapai Kepler dan Galileo, memberikan keakuratan dan membuktikan bahwaalam semesta yang bersifat materi ini dapat dijelaskan dengan matematika.Matematika menempati posisi unik dan istimewa dalam pandangan ilmuwan Muslim. Menurut Seyyed Hossein Nasr (1976), setiap pengetahuan pada peradaban Islam khususnya sains Islam mengungkapkan posisi istimewa matematika dalam tradisi Islam. Terlihat sebagai bukti otentik yakni padaarsitektur Islam yang sangat geometris dan kristal, seni plastik dan audisikhususnya puisi dan musik, memperagakan cinta kepada aritmatika dan simbol bilangan, seni penggunaan bahasa Arab yang menggambarkan bahasa aljabar.Menurut Nasr, geometri dan simbol bilangan berhubungan denganesensi ajaran Islam, yakni doktrin tentang kesatuan Tuhan (tauhid). Allahadalah Tunggal, hal ini terbukti dari esensi satu dalam seri bilangan adalahsimbol yang paling langsung dan masuk akal dari sumber Tuhan satu.Banyak bukti dari karya-karya ilmuwan Muslim yang begitumemuliakan ilmu matematika seperti yang dikutip oleh Nasr (1976 : 75) darikarya Ikhwan al-shafa, Risalat al-Jamiah
(Damaskus : Saliba, 1949) yang menulis :
Sesungguhnya bentuk bilangan (the form of numbers) dalam jiwa manusia berkorespondensi dengan bentuk maujud (the forms of existens) dalam materi (thehyle). Bilangan adalah contoh dari dunia yang lebih tinggi. Melalui pengetahuantentangnya, murid kearifan secara bertahap mengenal sains matematika lainnya, sainalam, dan metafisika. Ilmu bilangan adalah akar dari ilmu-ilmu, dasar kebijaksanaan,awal ilmu-ilmu ketuhanan.

Dengan latar fakta yang diuraikan di atas, maka kita perlu memahami secara dalam bagaimana kiprah sarjana Muslim memposisikan matematika.Pandangan ilmuwan Muslim terhadap matematika tidak sederhana. Secaraprespektif filosofi konsekwensi pola pikir epistimologi yang positivistik perlukita urai posisi matematika dalam paradigma berfikir sarjana Muslim. Sejarawan sains Thomas Goldstein dalam Dawn of Modern Sciences (1980), dengan baik mengulas kontribusi Islam terhadap matematika modern yang disebut sebagai an absolutely momentous one (sumbangan yang sangatpenting). Besarnya sumbangan tersebut digambarkan sebagai sesuatu yang luar biasa sehingga dikatakan bahwa kita tidak dapat memahami perkembangan matematika modern tanpa matematika yang dikembangkan matematikawan Muslim.Keunikan pandangan ilmuwan Muslim terhadap matematika dapatdilihat dari pendekatan fenomenologi aliran ini dirintis oleh Edmund Husserl(1859-1938). Namun pandangan fenomenologi memang banyak digunakan dalam ilmu-ilmu sosial kemanusiaan. Ada pernyataan fenomenologi yang patutmenjadi tautan dalam pemahaman matematika dari sarjana Muslim. MenurutRichad Smith dalam Husain Hariyanto (2011; 225) yaitu (1) Non empiris); (2)Deskriptif; dan (3) Memberikan fenomenon, melukiskan kesadaran. Mestimemiliki pengertian berbeda, kesadaran dan intensionalitas merupakan duaterm pokok yang tidak terpisahkan dalam metode fenomenologis. Dalampandangan fenomenologi, kesadaran subjek bersifat intensional, yaitu terbuka dan terarah pada objek di luar subjek.Kesadaran subjek berkorelasi dengan realitas objek karena kesadaran bersifat intensional dan realitas bersifat menampakan diri. Kesadaran bersifat terbuka dan terarah kepada objek. Tidak ada subjek tanpa objek, atausebaliknya. Dengan demikian, fenomenologi matematika merupakan sebuahtinjauan terhadap korelasi manusia sebagai subjek dengan prinsip-prinsipmatematika sebagai objek. Jenis hubungan yang dibangun dalam matematika yakni bahwa kebenaran matematika bersifat tautologis, yaitu kebenaran yang tertutup tanpaberkorelasi dengan kesadaran subjek ataupun fenomena-fenomena alamsemesta. Kemudian hubungan matematika bersifat relasional, berkorelasidengan kesadaran subjek ataupun fenomena-fenomena alam raya.Ilmuwan Muslim berpandangan bahwa prinsip-prinsip matematika bukan sesuatu yang asing dan terisolasi dari realitas, melainkan berkorelasi eratdengan kesadaran subjek dan kehidupan nyata.

Dikisahkan Ali bin Abi Thalib ra menjawab pertanyaan tentang bilangan yang diajukan oleh pendeta Yahudi. Pendeta bertanya: Bilangan mana yang habis dibagi satusampai sepuluh?. Pertanyaan ini jika dipelajari pada masa sekarang dinamakan pertanyaan tentang KPK (Kelipatan Persekutuan Terkecil), pertanyaannyasecara operasi matematika lumayan rumit.

 Namun Ali bin Abi Thalib ra menjwab dengan sedehana. Beliau menjawab: kalikanlah jumlah harimu dalam sebulan dengan jumlah bulanmu dalam setahun dan dengan jumlah harimu dalam seminggu. (30 x 12 x 7 = 2520)
Jawaban di atas sungguh menarik, Ali bin Abi Thalib ra menjawab dengan mengkorelasikannya dengan fenomena-fenomena alam dan kehidupan sehari-hari, yakni konsep tentang hari, minggu, bulan dan tahun. Jawaban tersebut menggungkapkan betapa bagi Ali bin Abi Thalib ra, prinsip-prinsip matematika berorelasi dengan fenomena-fenomena kehidupan (kosmologi),sehingga kebenaran rumusan matematika berhubungan secara harmonis dansimetris dengan kebenaran kosmologis. Prinsip hari, minggu bulan dan tahun tidak lepas dari adanya rotasibumi yang menghasilkan siang dan malam. Kita semua yang pernah belajar IPAakan menjawab tentang pertanyaan “gelap”. Gelap terjadi karena bagian bumimembelakangi matahari, sehingga tidak mendapatkan sinar matahari. Begitupula sebaliknya bagian bumi yang mendapat matahari akan terjadi terang.Secara sederhana memang bisa terjawab. Namun ketika ada lanjutan pertanyaan yang berbunyi: kenapa harus bergantian?, apakah tidak mungkin bumi hanya diliputi kegelapan, yang berarti akan terjadi malam terus atau sebaliknya akan terjadi siang terus karena belahannya selalu mengahadap matahari. Allah mengatakan dalam QS Al-Qashash (28):71:
“Katakanlah, terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terusmenerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkansinar terang kepadamu?maka apakah kamu tidak mendengar? “  
 Atau sebaliknya juga Allah mengatakan dalam QS Al-Qashash (28):72:
Katakanlah, terangkanlah kepadaku, jika Allah menjadikan untukmu siang itu terusmenerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkanmalam kepadamu yang kamu beristirahat padanya? Maka apakah tidakmemperhatikan? ”
Dari uraian di atas, malam dan siang serta berlangsungnya kehidupandi muka bumi menunjukan bahwa jarak antara bumi dengan matahari adalah jarak ideal, tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh. Jika matahari terlalu dekatdengan bumi maka menyebabkan siang sangat panas dan kehidupan menjadisulit berlangsung, begitu juga sebaliknya.Pergantian siang dan malam mengungkapkan aspek sangat mendasarbahwa terjadi hubungan antara alam semesta dengan kehidupan. Jika alamsemesta ada dalam keabadian dan selalu mengandung sejumlah bintang dangalaxi yang sama seperti saat ini dan menyebar kurang lebih dengan distribusimerata keseluruh ruang jagat raya.

Sumbangan Matematikawan Muslim

Sarjana Muslim klasik khususnya matematikawan Muslim, sangat besardalam memberikan kontribusi pikiran-pikirannya dalam peradaban manusiakhususnya kemajuan sains dan matematika. Upaya mereka melakukanuniversalitas keilmuan tidak bisa dipandang remeh bahkan tidak bisa dipandangsebelah mata, sekalipun oleh dunia Barat. Sejarah mencatat ketika peradabanIslam belum hadir dalam catatan sejarah, telah muncul peradaban persia
di Jundisyapur, begitu pula peradaban Yunani yang di serap sarjana Muslimmelalui tradisi Hellenistik di kerajaan Iskandariyah (Mesir), ataupun warisankaum Sabean dari Harran (Suriah), yang semuanya ini mewariskan ilmu sainsdan matematika pada zaman pra Islam. Pada masa pra Islam ini peradabanyahanya mewariskan wawasan kesukuan walaupun telah mengenal sains danmatematika secara dalam. Ketika Islam datang paradigma lama mulaidiperbaharui oleh ilmuwan Muslim, yang mengembangkan pikiran-pikiran dankesadaran bahwa sains dan matematika merupakan milik universal umatmanusia yang harus diabadikan kepada penegakan nilai-nilai kemanusiaan.Inilah yang menghambat tradisi ilmu pengetahuan sebelum Islam lahir,sehingga tidak terjadi persentuhan-persentuhan dengan peradaban-peradabanlain. Banyak sumbangan ilmuawan Muslim dalam pengembangan sains danmatematika, seperti Sayyidina Ali, Al-Khawarizmi, Abu al-Wafa, UmarKhayam, Al-Farghani, Al-Battani, Al-Thusi, Ibn al-Haitsam, Al-Biruni, Al-Khazimi, Ibn Yunus, Kamal al-Din al-Farisi, Ibn Firnas, Jabir b, Hayyan,Zakariyya al_razi, Ibn Sina, Al-Qonun, Abu al-Qosim, Ibn Nafis. Berikut inibeberapa saja yang akan diurai dalam tulisan ini diantaranya adalah:

Sayyidina Ali

Sayyidina Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah, dikenal sebagaipintunya ilmu (hadis Nabi:Ana Madinah al-ilmi wa Ali babuha: Aku adalahkota ilmu dan Ali adalah pintunya) . Ali bin Abi Thalib ra adalah sahabat Rosul Muhammad yang terkenal cerdas, jujur dan berwawasan luas. Banyak riwayatyang mengkisahkan kemahiran beliau dalam ilmu matematika. Temuan Ali bin Abi Thalib ra yang telah dijelaskan di atas tentang kelaziman bilangan kelipatan yang sekarang terkenal dengan istilah KPK (kelipatan Persekutuan Terkecil),berguna dalam operasi-operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan, dengancara menyamakan penyebutnya. Dalam hukum waris (faraidh) ini pun digunakan.Berkaitan dengan persoalan waris, dikisahkan bahwa suatu waktu adatiga orang menemui Ali bin Abi Thalib ra. Mereka membawa persoalan warisyang menimpa dan rumit. Ketiga orang ini, mempunyai 17 ekor unta sebagaiharta warisan. Mereka hendak membaginya dengan pembagian yang berbedayakni ½, 1/3, dan 1/9. Jika menggunakan perhitungan langsung masing-masingmendapat 8½, 5 2/3 dan 1 8/9, tentunya tidak mungkin dalam perhitunganunta yang dalam keadaan hidup. Ketika itu Ali bin Abi Thalib ra menyarankanagar mereka menambahkan 1 ekor unta dengan cara meminjam kepadanya,sehingga jumlah unta sekarang menjadi 18 ekor. Walhasil mereka mendapatkanangka bulat yakni 18 ekor sehingga mudah dalam pembagian. Sehinggamasing-masing mereka mendapatkan 9 ekor (1/2 bagian), 6 ekor (1/3 bagian)dan 2 ekor (1/9 bagian). Sehingga total yang dibagikan tetap 17 sehingga satuekor unta milik Ali bin Abi Thalib ra pun diambilnya kembali.Peristiwa ini, menunjukan bahwa kemampuan matematika Ali bin AbiThalib ra sungguh luar biasa di masanya sehingga cepat tanggap menyelesaikanpersoalan-persoalan sehari-hari dengan metode yang kreatif dan nonkonvensional.

Al Khawarizmi

 Al-Khawarizmi merupakan tokoh ilmuwan Muslim yang sangat konsendalam pengembangan matematika. Ia banyak memberikan sumbanganpemikiran dalam bidang aljabar. Nama lengkap ilmuwan Muslim ini adalah Abu Jafar Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Ia merupakan matematikawanpertama yang mengajarkan aljabar dengan elementer. AlJabar banyak dipelajariberasal dari karyanya yang berjudul kitab al-Mukhtashar fi Hisâb al-Jabr wa al- Muqâbalah (buku kesimpulan proses kalkulasi untuk paksaan dan persamaan),namun sering disingkat dengan al-Jabar wa al-Muqâbalah (aljabar dan persamaan). Ada tujuh hal yang patut diketahui untuk menelaah karya besar al-Khawarizmi sebagai sumbangan yang cukup berarti bagi khazanah Islam dan pengembangan sains dan matematika.
Pertama adalah memperkenalkan desimalatau persepuluhan, konsep ini memperkaya khasanah dari penemuan formulaseksagesimal atau perenampuluhan. Formula perenampuluhan merupakanperhitungan kuno yang diwariskan dari zaman Babilonia yang biasa digunakandalam perhitungan jam yakni enam puluh detik, enam puluh menit. Sedangkan desimal banyak digunakan saat ini, sehingga angka dapat digunakan operasiangka dibelakang koma, sebagai angka pecahan.
Sumbangan kedua, penggunaan variabel dan simbol-simbol. Memang sebenarnya matematika adalah bahasa simbol. Hal ini mendorong pesatnya perkembanagan formula-formula persamaan dalam matematika. 
Ketiga adalah menemukan bilangan nol. Sumbangan angka nol olehnya, mengubah kemajuan penemuan angka lewat angka romawi yang belum mengenal angka nol. Angka nol ( shifr ) diterangkan pertama kali pada perhitungan sistem desimal. Temuan ini membuka cakrawala baru dalam banyak operasi dan persoalan matematika.
Keempat, penemuan nilai simbol phi (π), nilai ini menyatakanperbandingan keliling sebuah lingkaran yang dipakai sampai saat ini. Nilai phiditetapkan 22/7 atau secara desimal ditulis 3,1428571. Ia menemukan bahwa perbandingan keliling terhadap garis tengah lingkaran bernilai tetap dalam istilah matematika dinamakan konstanta. Penemuan konstanta phi membantu  kita dalam menghitung volume bola dan menghitung luas maupun keliling lingkaran.
Kelima, al-Khawarizmi juga menyusun daftar logaritma. Daftar ini digunakan untuk menemukan jawaban atas masalah-masalah aritmatika.
Keenam, metode aljabar, temuan ini digunakan untuk menghitung tinggi segitiga.
Ketujuh, merumuskan penyelesaian persamaan kuadrat dengan 
konsep variabel, parameter, dan akar kuadrat. Persamaan kuadratik yang dipecahkansecara umum mempunyai formula ax2+ bx + c = 0dengan penyelesaian masalahdengan rumus sekarang terkenal dengan rumus ABC. X 12 = (-b ±√(b2-4ac) /2a.

Abu al-Wafa

 Abu al-Wafa mempunyai nama laengkap Muhamad bin Yahya binIsmail bin Al-Abbas Abu al-Wafa al-Buzjani. Abu al-Wafa memperkenalkankonsep tangen, cotangen, secon cosecan dalam ilmu yang sangat terkenal untukilmu matematika yakni trigonometri. Ia menemukan formula penjumlahandalam trigonometri yang terkenal yakni;Sin (A+B) = Sin A. Cos B + Sin B. Cos ACos (A+B) = Coa A.Cos B + Sin A. Sin BTangen (A+B) = (Tan A + Tan B)/(1-Tan A.Tan B)Selain itu juga, Abu al-Wafa mengembangkan trigonometri sferis(bidang lengkung/kurva), Ia menyempurnakan teorema Menelaus yang disebut rule of the four magnitudes  aturan empat besaran), yaitu Sin a : Sin c = Sin A:1,dan teorema tangen tan a : tan A = Sin b : 1, yang kemudian dari rumus itu al- Wafa mengambil keseimpulan berupa teorema baru yakni Cos c = Cos a. Cos b.Lebih dari itu al-Wafa juga menemukan dua buah rumus untuksetengah sudut dalam perhitungan trigonometri yaitu;
2 Sin2 ½ A = 1-Cos A2 Cos2 ½ A = 1 + CosA  Kemudian, ia juga menemukan rumus sudut ganda;Sin 2 A = 2 Sin A. Cos A yang ini menjadi pijakan rumus;
Cos 2 A = Cos2 A – Sin2 A = 2 Cos2 A-1 = 1-2 SinA

     Umat Islam perlu ikut berpartisipasi dalam upaya mengembangkan sains dan matematika, termasuk dalam penyempurnaan kerangka dasarnya seperti yang dilakukan oleh para pemikir terdahulu. Sains dan matematika merupakan khazanah Islam yang tidak boleh diabaikan perkembanganya. UmatIslam harus senantiasa ikut berpartisipasi dalam pengembangan sains dan matematika dengan melakukan riset yang bermanfaat bagi masyarakat. Karena kegiatan ilmiah merupakan tugas dari kekhalifaan manusia di bumi. Para saintis Muslim perlu memberikan sumbangan kepada agama dalam bentuk bantuanteknis untuk menyempurnakan penerapan ajaran agama, hal ini dimaksudkan untuk kembali melandasi cara pandang kita terhadap ilmu terlebih sains dan matematika.


Sumber:http://www.academia.edu/9990160/KHAZANAH_SAINS_DAN_MATEMATIKA_DALAM_ISLAM_Rizqon_Halal_Syah_Aji





1 komentar: